Diana Kakak-ku (4)



Sepulang kerja aku langsung mandi. Aku hanya memakai celana pendek dengan kaos oblong putih yang tipis. Tubuhku terasa sangat segar sekali. Semabri melap rambutku yang masih basah, aku dikejutkan oleh suara keras klakson mobil Kak Diana. Cepat aku berlari ke gerbang dan membuka pintu gerbang.
"Cepat tutup pintu gerbang. Cepat !" Kak Diana memerintah. Aku menuruti perintah Kakakku yang super tegas itu.
Mungkin ada sesuatu. Apakah dia dikejar oleh orang lain? Begitu pintu gerbang aku tutup rapat, kemudian aku menurunkan pintu garasi, hingga tak ada sesiapa yang melihatnya dari luar dan langsung pintu garasi aku kunci.
Mobil dimatikan. Kulihat Kak Diana begitu ceria dan segar. Rupanya dia baru saja berenang di kolam renag. Olahraganya adalah renang. Rambutnya juga masih kelihatan basah dan dia tanpa memakai polesan apa pun di wajahnya. Cepat dia keluar dari mobilnya, lalu melepas seluruh pakaiannya dengan cepat. Bugil... gil !.
"Sayang... gendong aku ke kamar..." pintanya. Aku tertegun, dan aku membopongnya ke kamar tidur. Mahgrib baru saja lepas. Aku heran, kenapa Kak Diana semakin manja saja.
Sesampainya di kamar, dia bisiki akuagar aku juga segera membuka semua pakaianku. Kami memang sudah dua hari tak ketemu, karean Kak Diana tugas ke luar kota.
Saat aku melepas kaos oblongku, Kak Diana sudah melorotkan celanaku dan langsung mengisap penisku.
"Aku rindu. Sudah dua hari aku menangggungkannya..." bisiknya. Betapa buasnya dia menjilati penisku. Penisku juga sepertinya pantang tersentuh. Aku sendiri tak mengerti, kenapa sejak SMP nafsuku memang sangat besar dan aku selalu melakukan onani, setidaknya tiga kali seminggu. Ternyata Nafsu Kak Diana lebih buas lagi.
Setelah penisku berdiri tegak, Kak Diana meminta agar aku menggendongnya. Dia merangkul tengkukku. Tubuhnya yang hanya sebahuku dan beratnya tak lebih dari 50 Kg itu, dapat kuangkat dengan baik. Kedua tanganku berada dibongkahan pantatnya yang padat. Sebelah tangannya memeluk tengkukku dan sebelah lagi menuntun penisku memasuki memeknya. Memek yang sudah basah itu cepat dimasuki oleh penisku. Kedua kakinya meligkar di pahaku.
"Kita ke taman belakang...." katanya. Aku bengong.
"Ayoooo !" pintanya. AKu terpaksa membawanya berjalan kaki ke taman belakang. Lampu taman yang temaram membuat suasana semakin romantis. Kak Diana memintaku membawanya ke sebuah sudut yang ada sebuah kursi. Dengan cekatan aku membawanya lalu aku duduk di atas kursi.
"Aku mencintaimu Yank...." bisiknya, sembari menjilati leherku dan mengelus-elus punggungku.
"Aku juga..." bisikku. Kami berciuman. Aku merabai tetekya yang masih mengkal dan ranum itu. Usianya tiga tahun di atasku, tak membuat tubuhnya jadi layu.
"Aku rindu..." biskknya pula.
"Aku juga, Dai..."
Kami saling memagut. Bibir kami rasanya tak mau lekang dan kami terus saling mengelus dan memberikan respons atas desakan dari keinginan nafsu kami. Sampai akhirnya Kak Diana memutar-mutar pantatnya dan memelukku erat sekali. Ujung penisku pun terasa menyentuh-nyentuh ujung rahimnya yang terdalam. Sampai akhirnya Kak Diana mengentikan putaran pada pantatnya dan memelukku kuat sekali dan aku membalas pelukan eratnya itu sampai akhirnya terdengar suara rintihan kecil dari mulut Kak Diana. Aku melepaskan spermaku.
Perlahan kami merenggangkan pelukan kami. Kak Diana tersenyum manis padaku sembari mengecup pipiku. Penisku pun mengecil dan melepas diri dari lubang memeknya. Kami sama-sama tersenyum.
"Kita ke dalam yuk. Aku ada bawa nasi dari restoran. Kita makan," bisiknya. Kami berjalan ke dalam rumah sembari berpelukan. Duduk di kursi makan sembari telanjang bulat, kami menikmati makanan kami yang lezat. Sama-sama kami membereskan piring tempat kami makan. Saat aku ke kamar, Kak Diana memeriksa semua pintu apakah sudah terkunci rapat atau belum. Dia menyusulku ke kamar dan kami naik ke tempat tidur sembari menyalakan TV menyaksikan film kesayangan kami.
"Kamu hebat, yank..." bisiknya. Aku tersenyum.
"Punyamu keras dan kuat. Tidak seperti kontolnya si dia itu," maksudnya bekas suaminya. Aku tersenyum. Pipiku diciumnya.
"Nanti kalau sudah segar, kamu ngomong ya. Aku masih mau nih..."
Aku terkejut. Benar-benar gila bisk hatiku.
"Dai... aku tak sanggup. Kita ulangi besok ya. Aku letih sekali." Dia tersenyum dan kami pun menyaksikan film dalam TV. Tubuhnya semakin rapat ke tubuhku dan buah dadanya menempel di tubuhku. Tangannya mulai mengelus penisku dan pentil tetekku mulai diisap-isapnya. Saat aku menonton TV, lidahnya menjilati tubuhku. Aku tak tahan dan libidoku bangkit lagi. Diana tersenyum saat penisku dikulumku semakin mengeras. Dengan cepat dia menaiki tubuhku dan dituntunnya penisku memasuki lubangnya. Aku terus menyaksikan acara TV, sementara Kak Diana terus menjilati leherku. Kami berpelukan dan terus saling mengelus. DEsahan nafasnya yang mengebu serta putaran tubuhnya yang meliuk-liuk di atas tubuhku, membuatku kehilangan keseimbangan.
"Daaaaiiii...."
"Hmmmm...." terus saja dia meliuk-liukkan tubuhnya bagaikan ular. Aku seperti tak mampu mengimbanginya. Aku senan, saat Kak Diana mengatakan agar aku diam saja, biar dia saja yang bereaksi. Sampai akhirnya dia histeris dan mengejang sendirian. Aku tau dia orgasme. Akhirnya dia diam sendiri. Keringatnya mulai meleleh dan aku mengelus tubuhnya yang sudah bekerja keras itu.
Ternyata hanya 10 menit, kembali dia menggerak-gerakkan tubuhnya dan menjilati tubuhku.
"Aku belum puas...." bisiknya. Aku mengelus rambutnya dan dia tak hentinya meliuk-liukkan tubuhnya.
"Yaaank... kontolmu enak banget. Besar yank. Hangaaaat..." bisknya.
"Memekku puas banget yank. Puas banget... uenang banget kontolmu yank..." bisknya lagi dan tak berhenti melukkan tubuhnya. Aku pun akhirnya tak mampu lagi membendung hasratku dan aku mengimbangi liukannya, Kami berpelukan erat sembari lidah kami saling bertautan. Suara kecupan dalam mulut kami mengeluarkan suara-suara yang menambah nafsu birahi kami.
'Balikkan tubuhmu yank. Kamu diatas. Kamu entot aku dengan keraaaaassss !" pintanya. Dia pun membalikkan tubuhnya, hingga tubuhku kini berada di atas.
"Ayo yank... pompa dengan kuat. Kuat sekalui yank...." Aku memompanya berulang kalui dan menekan tubuhnya, sampai buah dadanya demikian lengkep ke tubuhku.
"Terus yank.... teruuuuussss... habisi aku yank. Habisi aku. Tekan teruuuusss..."
Aku tak henti memompanya sampai dia menjerit histeris dan meminta aku menekan sekuat tenagaku agar kontolku menekan jauh ke dalam.
"Ayo yaaaank. semportkan mani mu.. ayo..." rintihnya sembari memeluk tubuhku dengan kuat sekali. Aku menekan dan mentyemprotkan spermaku ke dalam liang memeknya. Diana menjambak rambutku dengan kuat dan berguman kuat di leherku.
"Oooooohhhhh...." Aku terus menekanya.
"Bunuh aku dengan manimu yaaannnkkkk...."
"Oooohhh...." Kami pun saling memeluk. Lama kelamaan pelukan kami merenggang. Kami sama-sama mengucurkan keringat basah. Sekujur tubuh kami basah. Aku masih berada di atas tubuh Diana dan dengan halus dia menolak tubuhku turun dari tubuhnya, setelah kontolku lemas dan keluar dari memeknya. Nafas kami sama-sama memburu. Diana mengecup pipiku dan memberikan pujian untukku.
"Kamu hebat, yank..." dia tersenyum. Nafasku masih belum reda, nafasnya juga. Dan kami tergolek lemas di atas ranjang jahannam itu.
"Beok lagi yank. Malam ini kita harus tidur dengan cepat. Besok makan telur setengah mateng tiga butir," bisiknya menyelimuti tubuhku,

Blog, Updated at: 10.59

Kategori

Daftar isi